Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Yang Diterbitkan Berdasarkan Perdamaian Antara Tersangka dan Pelapor dalam Delik Biasa

  • Azizul Hakiki Universitas Bhayangkara Surabaya
Keywords: Kata Kunci : Surat Perintah Penghentian Penyidikan, Syarat-Syarat Penghentian Penyidikan, Perdamaian

Abstract

Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau selanjutnya disebut dengan SP3 adalah kewenangan yang diberikan secara atributif kepada penyidik tindak pidana. Pasal 109 Ayat (2) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa terdapat tiga syarat untuk menghendikan suatu penyidikan tindak pidana. Pertama, tidak ada cukup bukti. Kedua, perbuatan yang dilakukan oleh tersangka bukan merupakan suatu tindak pidana. Ketiga, penyidikan dihentikan demi hukum. Ketiga syarat tersebut merupakan syarat yang bersifat alternatif. Pada tataran implementasi, terdapat banyak perkara-perkara yang dihentikan karena memenuhi tiga persyaratan tersebut. Akan tetapi tidak jarang pula dilakukan penghentian penyidikan terhadap suatu kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan dikarenakan sudah ditemukannya kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan pelapor melalui mekanisme mediasi yang difasilitasi oleh penyidik kepolisian. Implikasi dari kesepakatan yang tercapai pada tahap mediasi tersebut adalah dicabutnya laporan polisi oleh pelapor. Dalam konteks ini, perkara tersebut merupakan perkara dengan status delik biasa yang artinya apabila terjadi pencabutan laporan maka pencabutan tersebut tidak dapat mempengaruhi proses penanganan perkara. Perkara harus tetap berlanjut dan tidak dapat dihentikan dengan alasan apapun, kecuali alasan-alasan yang terdapat pada Pasal 109 Ayat (2) KUHAP. Fakta bahwa dicabutnya laporan polisi tersebut mengakibatkan perkara tersebut tidak dilanjutkan alias dihentikan dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3, dilanjutkan dengan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SKPP). Padahal telah diatur secara tegas pada Pasal 109 Ayat (2) KUHAP tentang syarat-syarat dapat dihentikannya suatu penyidikan sebagaimana telah disinggung pada awal tulisan ini bahwa kesepakatan perdamaian tidak termasuk sebagai salah satu syarat untuk dapat diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Tulisan ini bermaksud untuk memberikan analisa dari segi hukum normatif perihal keabsahan penghentian penyidikan yang dilakukan berdasarkan perdamaian antara tersangka dan pelapor dalam hal delik biasa. Penyidikan yang dihentikan atas dasar tercapainya kesepakatan perdamaian akan membuka celah bagi pihak ketiga yang berkepentingan untuk menempuh mekanisme praperadilan yang tujuannya adalah menguji tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan tersebut.

References

Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (Jakarta : RajaGrafindo, 2014)
Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum (Jakarta : Prenada Media Grup, 2016)
Effendi, Tholib. Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana : Perkembangan dan Pembaharuannya di Indonesia (Malang : Setara Press, 2015)
Ekatjahjana, Widodo. Negara Hukum, Konstitusi, dan Demokrasi (Jember : Jember University Press, 2015)
Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyidikan dan Penuntutan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012)
Hiariej, Eddy O.S. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana : Edisi Revisi (Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka, 2016)
HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara : Edisi Revisi (Jakarta : RajaGrafindo, 2014)
Pangaribuan, Aristo M.A, Arsa Mufti, Ichsan Zikry. Pengantar Hukum Acara Pidana di Indonesia (Jakarta : RajaGrafindo, 2017)
Purwoleksono, Didik Endro. Hukum Acara Pidana (Surabaya : Airlangga University Press, 2015)
Published
2022-06-15